Kamu kapan terakhir ikut pawai berbaju nasional? Kalau saya, hmm.. mungkin waktu SD atau malah TK? Setahu saya, selain pada peringatan 17an, biasanya siswa-siswa sekolah akan berbusana nasional pada peringatan Hari Lahir Ibu Kartini. Iya, kan?! Kecuali kalau kamu memang penari atau orang yang kerjanya dekat dengan pertunjukan tradisional. Nah, apa jadinya jika yang berpakaian nasional adalah Bapak, Ibu pegawai pemerintahan yang biasanya berbatik atau berseragam cokelat kulit sapi? Ya, ini beneran kejadian di Tangerang beberapa waktu lalu.
Mengusung tajuk Festival Budaya, pada pagi itu ribuan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Tangerang berbaris rapih, berdandan tampan dan cantik dengan puluhan jenis pakaian daerah. Ada juga rombongan yang berjumlah hingga 500 orang berbaju batik mengikuti kirab budaya pagi itu. Mereka dilepas oleh Walikota Tangerang, Bapak Arief R Wismansyah. Parade juga dimeriahkan oleh macam-macam tarian dari berbagai suku dan daerah. Tidak cuma dimerihkan oleh ASN Kota Tangerang tetapi juga ada perwakilan dari 11 kota dan kabupaten di Indonesia, seperti Kota Kediri, Bandung bahkan Kabupaten Merauke, Papua.
Tidak main-main, seluruh Kepala Dinas, Pak Camat hingga Pak Lurah, wajib menyiapkan tim-nya dengan pakaian adat daerah manapun dari seluruh Indonesia. Tepat di bawah Tugu Adipura, dua orang MC memperkenalkan setiap kontingen. Masyarakat tumpah ruah. menyaksikan dengan gembira. Mungkin ada yang baru hari itu melihat dengan mata langsung pakaian adata Aceh, pakaian adat Dayak atau bahkan koteka dari Papua. Seru. Beberapa kontingen bahkan tidak hanya berparade, tetapi juga menyuguhkan atraksi dari tari-tarian khas nusantara hingga atraksi barongsai. Siapa bilang Barongsai cuma milik suku Tionghoa? Para pemainnya, jelas-jelas bukan dari suku Tionghoa.
Sebagai informasi, Festival Budaya Nusantara 2017 tersebut digelar selama satu minggu, pada minggu pertama Desember 2017. Kirab di minggu tadi, hanya merupakan salah satu rangkain. Masih ada kegiatan lain seperti berbagai perlombaan, di antaranya lomba palang pintu, lomba tari kreasi nusantara, lomba baju pengantin tradisional, lomba standup comedy, serta penampilan Sendratari Ramayana dan pertunjukan lighting Tangerang dalam Visual di penutupan kegiatan.
Buat saya, inisiatif Kota Tangerang melaksanakan acara ini, patut diacungi jempol. Kapan lagi kita diingatkan bahwa Indonesia ini kaya dan beragam. Jangan cuma anak TK dan SD yang wajib menggunakan pakaian daerah pada hari-hari tertentu. Orang-orang dewasa pun sesekali perlu melakukan simbol-simbol Bhinneka Tunggal Ika seperti ini.
Festival-festival seperti ini seharusnya rutin diadakan. Apalagi Tangerang yang menjadi kota Satelit Jakarta adalah minatur Indonesia. Tangerang memang tidak mempunyai penduduk asli. Suku Betawi dan Keturunan Tionghoa sudah membaur jadi satu. Wilayahnya yang masuk Provinsi Banten (yang pecahan dari Jawa Barat), membuat disini juga banyak didiami orang Sunda. Kini, sebagai kota penyanggah, lebih banyak lagi asal muasal penduduk yang tinggal disini. Mungkin tingkat pluralismenya belum semajemuk Jakarta, tapi untuk ukuran Kota kecil dan menengah, harmoni keberagaman di Tangerang pantas jadi contoh daerah lain.
Ayo ke Tangerang!
panggungnya untuk kita melihat budaya dari kota lain.
betul, mas!