Tulisan ini tercetus dari satu riset dimana saya membantu seorang teman untuk sebuah organisasi profesi yang cukup vokal di tanah air. Intinya begini, mereka ingin tahu apakah terjadi kekerasan untuk perempuan dalam profesi ini. Survei dilakukan di tujuh provinsi besar di Indonesia untuk mewakili semua penjuru negeri yang luas ini. Hasilnya, kekerasan dan diskriminasi ternyata hanya dirasakan kurang dari 10% perempuan pada profesi ini. Jumlah ini relatif sedikit dari total 14.000 orang yang ada di profesi ini. Namun menurut organisasi ybs, hasil itu masih perlu digali lagi, karena kenyataannya belum seperti hasil survei tersebut. Memang bisa saja terjadi kelemahan secara statistik pada saat pengambilan sampel, namun kesimpulan saya bukan itu… Masalah gender dan hal hal terkait diskriminasi untuk perempuan lama-lama sudah mengada-ngada alias dicari cari.
Terlepas dari survei itu, dengan kemampuan saya yang terbatas dan pengetahuan saya yang (mungkin) belum luas, menurut saya, saat ini –anggaplah 15-20 tahun terakhir- ini, jika masih ada pertanyaan berbunyi: apakah ada diskriminasi terhadap perempuan pada profesi A, B atau C? Sumpah, menurut saya itu lucu. Saya perempuan, saya merasakan untuk semua pekerjaan yang pernah saya jalani, tidak ada perbedaan. Sudah gak jaman orang meributkan soal gender, yang dilihat sekarang kemampuan, pengetahuan dan eksistensi.
Memang masih kita temukan kasus-kasus kekerasan atau diskriminasi yang obyeknya perempuan, tapi bagi saya (sekali lagi yang awam ini), itu bukan masalah gender tapi isu kekerasannya-lah yang harus diangkat. Pelakunya siapa, kenapa terjadi begitu. Bukan sebaliknya: karena obyeknya perempuan maka urusannya jadi urusan gender. Sudah sangat jelas, sekarang laki laki dan perempuan itu sama saja, apalagi kalau urusan profesional. Coba bilang ke saya, masih adakah profesi (yang menggunakan otak bukan otot) dimana perempuan itu dipandang sebelah mata? Lagi-lagi semua kembali ke kemampuan kok. Perempuan pintar sudah dimana mana sekarang, yang mengalahkan laki laki juga tidak sedikit. So..sangat aneh, kalo ada yang masih suka menggali-gali adanya diskriminasi terhadap perempuan.
Jaman dulu iya,…mungkin waktu jamannya Ibu Kartini, Cut Nyak Dien ato siapalah generasi mereka itu. Nah, berarti kalau sekarang masih ada yang menowel-nowel soal diskriminasi dan “sok” memperjuangkannya, duh… gak salah jaman yah?? Kasian bener… Saya malah tersinggung kalau ada yang nanya apakah pernah merasakan diskriminasi karena kamu perempuan? Oh, Tuhan… kerjaan saya kerjaan otak bukan otot…dan lingkungan kini semakin maju, orang-orang semakin terbuka, open minded… Itu jelas jelas pertanyaan yang salah tempat.
Menurut saya gak perlu tuh ada lembaga yang khusus ngurusin masalah gender dan partisipasi perempuan. Karena dengan perkembangan jaman dan pendidikan, its automatically!!! Malah yang perlu diurusin itu, perempuan dengan emansipasi kebablasan yang lupa sama kodratnya sebagai perempuan dan sebagai IBU. Partisipasi wajarlah, secara katanya (katanya….) jumlah perempuan lebih banyak dari laki-laki, maka dari itu perlu “diaktifkan” atau apalah istilahnya, tapi jangan dibuat ekslusif lah.. Mau bagaimanapun, bener kata nenek moyang kita dulu..perempuan tetap akan kembali ke keluarganya dan itu sesuatu yang luarrrr biasaaa…lebih dari profesi laki laki terhebat di dunia. Terus ada juga embel-embelnya: perlindungan terhadap perempuan. Waduh… sebegitu rentankan perempuan?? Kenapa sih tidak membenahi yang lain misal, moral kaum laki laki, bukan begitu? Jadi sedikit ambigu, kenapa fokus ke obyeknya sih..kenapa tidak fokus ke subyeknya??
Membuat perempuan menjadi demikian eksklusif sebenarnya malah “melemahkan” perempuan itu sendiri. Karena tanpa dibuat ekslusif dengan istilah gender, diskriminasi, perlindungan dsb..dsb.. perempuan sudah mahluk yang istimewa kok..
Quote ini saya buat di 2008, tapi masih menjadi quoate favorit saya hingga hari ini..
Bagiku, tanpa emansipasi sekalipun perempuan itu adalah mahluk yang istimewa. Istimewa karena ia punya hati untuk memberi ketegaran kepada orang-orang yang dicintainya. Menjadi labuhan terakhir keluarganya dalam duka, punya ketulusan untuk mencintai dan punya kekuatan untuk menumbuhkan kekuatan dalam setiap langkah orang-orang yang mencintainya. Lebih Istimewa karena aku percaya pada anak-anak yang hebat ada ibu-ibu yang hebat di belakang mereka dan di belakang setiap laki laki hebat pasti ada wanita yang lebih hebat.
And.. I always proud being a woman..
*tulisan ini hanya pendapat saja, semoga tidak ada pihak pihak yang tersinggung atau “merasa-rasa”..
hmmm jadi ingat versi lain dari quote diatas :
“dibalik laki-laki yang sukses, pasti ada wanita hebat di belakangnya …… dan itu pasti ISTRINYA
dibalik laki-laki yang gak sukses, pasti ada wanita hebat di belakangnya …… dan itu pasti BUKAN ISTRINYA “
Setuju Bung…
Kita harus tempatkan emansipasi itu pada tempatnya….
Sy rasa skrg, makna emansipasi itu sudah berbegeser pada mengobok-obok sebuah budaya atau kepercayaan…
padahal emansipasi itu sendiri tak lepas dari keduanya…