Ini bukan cerita untuk mendeskriditkan satu pihak atau satu golongan ya (berat bener bahasanya) tapi hanya ingin berbagi pengalaman sedikit tentang sebuah pengalaman bekerja dengan orang-orang yang berbeda di lokasi yang juga berbeda. Di Jakarta, aku pernah bekerja di tiga perusahaan swasta (termasuk yang sekarang) aku juga sempat menclok ke Aceh kurang lebih tiga tahun untuk sebuah proyek rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami. Nah…dari dua tempat yang secara geografis sangat jauh itu menyisakan, banyak cerita dan perbandingan, salah satunya tentang kualitas dan mental sumberdaya manusia yang menjadi rekan kerjaku baik itu di level yang sama, di level di bawahku atau bahkan superiorku. Lumayan menarik jika disimak..
Mungkin sebagian besar orang berpikir SDM di daerah itu “cenderung” tidak lebih berkualitas di bawah SDM dari ibukota. Jawaban saya, TIDAK!! Selama di Aceh selain bekerja dengan pendatang yang umumnya berasal dari Jakarta dan sekitarnya, saya juga banyak bekerja sama dengan SDM yang asli orang sana. Sampel ulasan ini mungkin belum valid secara statistik, tapi ketika saya kembali ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan swasta, kok terasa banget ada gap, bahwa ternyata anak (SDM) ibukota tidak jauh lebih baik dari pada rekan kerjaku di Aceh dulu. Malah di sisi mental jika ditarik dengan garis lurus, cenderung lebih buruk tuh…. Ini apple to apple yaa.. alias secara umum kualifikasi pendidikan dan pengalaman kerja mereka nyaris sama.
Memang ibukota menjanjikan semua fasilitas yang membuat sebagian besar masyarakatnya jadi lebih melek akan pengetahuan terutama soal teknologi. Tapi jujur mentalnya udah habis tergerus sama kemacetan ibukota. Sebagai contoh, kalo fight mah.. semua orang di Jakarta juga harus fight biar bisa hidup, tapi masalah kretivitas dan curiosity, dohhh.. maap maap saya bilang, sekarang saya menemui banyak anak Jakarta dengan pengalaman masih jauh dari apa-apa sudah belagunya minta ampun dengan tingkat sok tahu yang kadang kadang bikin geleng geleng kepala dan semangat untuk tau lebih banyak itu nyaris gak ada. Eitss..soal teknologi juga sebenernya anak daerah malah sama meleknya kok.. Malah aku sempat menemui beberapa “anak muda” Jakarta yg gapteknya lumayan gaptek banget *bahasa aneh*.
Banyak kasus dimana, lulusan baru dari universitas terkenal di Jakarta dan sekitarnya merasa dirinya sudah hebat, sehingga “lupa” atau tidak mau melakukan hal hal yang terkesan cemen sepertiiii; ngentri data, ngetik laporan cemen atoo beresin file file dan pekerjaan pekerjaan lain yang bukan pekerjaan inti dan terlihat tidak berarti. Padahal, kalo buat anak baru yang baru kerja ato pun masih merintis karir, yaa alloh..gak usah belagu kali buat hal-hal begitu. Sebagai catatan teman saya, seorang Senior Manager di perusahaan penerbitan terkenal di Jakarta, kadang-kadang masih mau melakukan hal-hal seperti entry data disaat urgent dan dibutuhkan. Sebabnya? mungkin itu tadi..karena di jalan udah macet, di kantor ketemu fesbuk dan twitter, udah capek duluan buat berkreasi dan meningkatkan rasa keingintahuan (curiosity). Padahal tau gak sih, kalian justru hebat jika mengerti semua detail pekerjaan dari yang cemen cemen tak berarti hingga jika suatu saat ad adi posisi yang membutuhkan pemikiran tingkat berat.
Sorry to say, kalo rekan rekan kerjaku di daerah dulu, punya kreativitas, tanggung jawab, mental dan yang paling penting rasa keingintahuan yang jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa yang saya temui akhir-akhir ini. Mungkin karena ibukota memberi semua fasilitas, jadi banyak anak anak sini yang cenderung “menggampangkan” apa-apa, sehingga gak ngerti yang namanya pay attention to detail. Miris…
Semoga cerita ini terjadi hanya di sisi saya saja…atoooo., semoga juga saya salah menyimpulkan karena contohnya hanya dari satu daerah saja.. Ini hanya perbandingan based on pengalaman kok, kalo diulas apa dan mengapa-nya ntar bisa jadi jurnal ilmiah.. *Capekkk deh..
Buat temen temen di daerah, keep fight! Kalian bisa kok bersaing dengan anak Jakarte !! *smile*