Dan..upayaku tahu diri..
Tak slamanya berhasil
Pabila kau muncul terus begini
Tanpa pernah kita bersama
Pergilah,menghilang sajalah lagi
Baca penggalan lagu Maudy Ayunda di atas jadi tiba-tiba kepingin cerita tentang sebuah cerita yang (mungkin) membosankan. Tentang seseorang yang udah kemana-kemana tapi ujung-ujungnya datang kembali setelah membuat separuh jiwa rasanya mau mati *lebay… Kabarnya ia sudah terlibat hubungan yang serius dan segera akan menikah. Mungkin kedatangannya ke saya, hanya wujud silaturahim sebagai teman. Saya ingin mengutip satu quote (yang saya bikin sendiri) bunyinya: Akhirnya kita akan sampai di suatu masa, bahwa masa lalu bukan hanya untuk dikenang, tapi juga untuk ditertawakan.
Setelah melalui proses yang sangaaatt panjang. Ini mungkin proses terlama yang gak abis-abis dalam sebuah proses yang “pake hati” Dengan semua emosi yang naik turun, dengan penyesalan yang tidak berpangkal. Hati yang remuk redam, merenungi nasib yang kayaknya buruk banget, saya rasa, saya (hampir) sampai pada quote di atas. Saya memang menunggu sebuah masa, ketika dia “datang” kembali tapi saya merasa biasa-biasa saja. Soal si “bapak” ini, saya memang sudah jarang cerita ke sahabat-sahabat saya. Kenapa? Karena mereka kebanyakan memberi saran yang ekstrim. Seperti, tutup semua bentuk komunikasi kalo perlu semua di-block. Jangan percaya semua omongan dia, semua penuh kebohongan, licik, tipu daya dan sejenisnya. Alasannya tentu saja karena dia bukan laki-laki yang pantas, yang sudah datang dan pergi seenaknya untuk menyakiti saya. Bisakah saya melalukan semua itu? Hmm, mungkin iya. Saya sudah pernah memaki-maki dia, dari emosi marah sampai emosi nangis semua sudah dilakukan. Ibaratnya, jika ada 1000 cara mengenyahkan ia dari hidup saya, saya sudah melakukan 1001 cara.
Pada akhirnya semua itu tidak mampu membuat saya menjadi lebih baik dan menerima semua kenyataan pahit ini. Saya lupakan semua upaya-upaya yang menurut saya justru membawa saya ke lebih banyak emosi negatif. Saya mengikuti arus. Mengikuti kemana takdir membawa saya. Saya tidak mem-block dia dari semua alat komunikasi. Saya mengijinkan ia untuk datang menemui saya dengan baik-baik (bahkan di kantor). Namun tidak berarti itu artinya saya bersedia menghubungi ia duluan dengan alasan apapun. Saya berusaha sangat tegar di depan ia (dan saya tahu saya berhasil). Ternyata semua itu adalah obat sakit hati dan balas dendam yang jauh lebih baik daripada menghindar habis-habisan.
Memang, diperlukan sebuah “grace period” untuk sampai di titik ini. Tapi yang saya alami, grace period alias benar-benar berupaya lost contact itu ada di diri saya sendiri. Saya pikir, dia tidak melakukan hal yang sama. Dia masih bisa “seenaknya” menghubungi saya, meski saya wanti-wanti dengan kata Forbidden. Nah, itulah cobaan saya. Kuat tidaknya balik ke diri kita masing-masing. Lama atau tidaknya cobaan ini juga kembali ke kita.
Ah, apapun itu hidup harus maju bukan mundur. Dan saya bersyukur pernah diberi masa-masa indah dengannya meskipun singkat. Kalo dikasih lebih lama mungkin jadi tidak indah lagi. Tuhan Maha Mengatur 🙂
saya setujuh gak perlu membatasi diri dengan berhubungan dengan dirinya. biarkan air mengalir. pada saatnya dirimu akan sampai pada titik imun dan biarkan dirinya melihatmu sukses! amin!