Seorang senior travel blogger pernah berpetuah ke saya: “Kalau mau bikin judul tulisan jalan-jalan, lupakan menggunakan frasa-frasa hiperbola seperti surga tersembunyi, emas terselubung, nirwana di kaki langit, atau apalah yang sejenisnya. Kenapa?! Karena kata-kata tersebut memang cenderung berlebihan dan “feeling” orang terhadap sebuah daerah bisa berbeda-beda. Lagian, emang kamu pernah ke surga atau ke nirwana sampe-sampe bisa bikin perbandingan? Ah..jadi ngarang kan??
Beda cerita dengan judul hiperbola, pertanyaan yang paling sering mampir ke saya adalah: Lebih suka pantai atau gunung? Jelas, saya dengan mantap akan menjawab: pantai tentu saja! Pantai dan laut yang seolah tanpa batas seolah menyimpan misteri yang membuat saya ingin selalu kembali. Hmmm…
Gara-gara Salem, saya sepertinya mulai melanggar dua pakem itu. Pertama, pada posting kali ini, saya terpaksa menggunakan kalimat “arunika dari Brebes”. Maapkeun, saya memang sudah kehabisan diksi yang pas untuk menggambarkan keindahan Salem. Arunika berasal dari Bahasa Sansekerta yang artinya sinar matahari pagi, karena saya yakin suatu saat Salem akan jadi seperti “matahari pagi” bagi pariwisata Brebes. Kedua, sepertinya preferensi pantai daripada gunung akan sedikit bergeser gara-gara untuk kedua kalinya saya mampir ke Salem minggu lalu. Yes, minceu bersama beberapa teman-teman blogger yang super heboh diajak jalan-jalan ke Brebes dan mengeksplore salah satu kecamatan di Brebes ini. Dan entah saya kenapa tiba-tiba saya suka gunung! Lho kok? Ini dia ceritanya!
***
Salem ditempuh sekitar 1,5-2 jam dari kota Brebes. Gak jauh kok! Perjalanan sama sekali tidak terasa, karena sepanjang jalan mata dimanjakan oleh hijaunya sawah dan ladang bawang. Udaranya sejuk, pepohonan masih rimbun dan infrastrukturnya sudah mencukupi. Namanya juga daerah pegunungan, jalanan menuju Salem memang menanjak. Bahkan ada beberapa tikungan tajam dan mendaki yang bisa bikin kita lebih banyak berdoa saat melewatinya. Untungnya, jalanan kesini super mulus dan pengemudi yang membawa kita sudah sangat mengenal medan.
Kehebohan menuju Salem memang dimulai dari kelokan-kelolan mautnya. Kami yang sepanjang jalan penuh canda tawa tiba-tiba nyaris diam dalam keheningan, ketika melewati tikungan-tikungan tajam yang nyaris 90 derajat. Belum lagi jalannya dua arah, untung mobil kami, dilengkapi dengan klakson telolet yang akan dibunyikan saat jalan menanjak dan menikung tajam. Tujuannya, agar kendaraan dari arah berlawanan tahu kalau ada mobil besar yang akan lewat. Jadi gak usah jejeritan bilang: Om Telolet Om!
Biarpun aman, melewati tikungan-tikungan tajam ini tetap bawaannya a litte bit scary, sampe-sampe saya (yang kurus) ini minta turun, dengan maksud untuk meringkankan beban mobil. Padahal, kayaknya gak ngaruh juga sih.. hehehe.. Lepas dari tanjakan, mobil kami berhenti sejenak. Wajah-wajah tegang turun satu persatu dari mobil. Lega banget, meskipun tadi hampir seluruh doa-doa diluncurkan. Kapok?! Gak dong!!… justru disitulah letak keseruannya.
Stop point pertama, adalah melihat pembuatan batik tulis khas Salem. Saking kayanya negeri tercinta ini, semua daerah nyaris punya batik. Desa Bentarsari di Salem ini adalah salah satunya. Pembatik Salem umumnya adalah ibu-ibu dan remaja putri. Membatik biasanya dilakukan di waktu luang selepas bekerja di ladang atau sawah. Batik Salem unik, karena coraknya yang masih sangat old fashioned dengan mengangkat ciri khas Brebes, seperti bebek dan telur asin. Uniknya lagi, batik ini diwarnai secara alami dari tanaman yang ada di seputaran Desa Bentarsari, seperti daun mahoni, daun jambu klutuk hingga kulit jengkol. Satu kain batik seukuran 2×3 meter diselesaikan selesaikan 1-2 minggu. Saat ini, Ibu-ibu pembatik masih kesulitan akses untuk memasarkan produknya lebih luas, ditambah lagi keterbatasan modal yang membuat produksi tergantung pesanan. Hmm, ada yang tertarik jadi investor?!
Oya, biarpun masuk dalam Provinsi Jawa Tengah, penduduk Salem berbahasa Sunda. Beda banget sama saudara se-KTP nya di Brebes pesisir yang berbahasa Jawa dengan dialek “ngapak-ngapak”. Memang, sebagain besar wilayah pegunungan Brebes berbatasan dengan beberapa kabupaten di Jawa Barat.
Lepas dari bertemu ibu-ibu pembatik. kami menuju Panenjoan. Sepanjang jalan gerimis tiada henti, tiba di Panenjoan pun tetap gerimis bahkan hujan! Panenjoan adalah daratan berbukit yang dipenuhi hutan pinus dan memamern view pegunungan. Beberapa menara pandang dibangun, buat jadi obyek foto. Teman-teman blogger tetap bersemangat, meskipun banyak banget spot yang tidak bisa difoto maksimal karena cuaca tidak mendukung.
Tapi gakpapa, pulangnya kami masih bisa mampir di sawah terasering yang kerennn abis! Bagi penduduk sana mungkin sawah ini biasa saja. Cuma kita doang yang kayaknya mampir foto-foto. Tapi sumpah, selain di Bali dan NTT, ini sawah ter-instagram-able yang pernah saya lihat secara langsung! Biarpun sebenernya saya orang kampung juga, tapi tetap excited melihat susunan sawah menghijau berlatar gunung dan sungai. Lebih indah dari lukisan. Saking bingung mau ngambil foto dari mana, akhirnya saya minta ijin ke salah satu rumah penduduk yang berlantai dua. Yah, lumayan deh…
Menjelang sore, kami menghabiskan waktu di Kalibaya Park. Yaah, sayang banget..beberapa spot sedang direnovasi dan tanahnya becek sehabis hujan. Eh, tenyata itu malah jadi berkah sendiri buat teman-teman yang mencoba motor cross dan mobil off road. Belum lagi ada ayunan angkasa yang membuat kita seolah terbang. melayang. Ada menara pandang dari bambu dengan pemadangan waduk Malahayu dan alam Salem. Keren deh, menurut saya malah lebih keren dari Kalibiru di Yogyakarta. Cuma memang masih kalar tenar aja sih… Di Kalibaya juga ada fasilitas outbond, jadi kalau pergi bareng rombongan, kita gak mati gaya. Banyak aktivitas yang bisa dicoba
Obyek yang belum sempat kami sambangi adalah Ranto Canyon, tebing-tebing tinggi dikelilingi air pegunungan yang dijadikan obyek bodyrafting. Seru juga sih kayaknya, next time saat cuaca bagus, wajib dijajal!
Soal makanan, jangan khawatir.. Kami sempat mampir ke warung Ayam Bumbu Kampung. Aduh, selain murah, enaknya kebangetan. Padahal menunya sih sederhana banget. Ayam goreng krispi dengan kriukan, lalap, tahu goreng, tumis kangkung dan aneka pepes. Makan sepuasnya pun per orang tidak lebih dari Rp 30 ribu. Kecuali kalo kamu pengen beli gerobak Ibunya, ya?! :p
Paling enak sih kesini bukan sekedar mampir mengunjungi obyek-obyeknya, tapi merasakan sehari dua hari jadi warga Salem. Iya loh.. Salem memang makin terbuka dengan pariwisata. Kita bisa tinggal disini, lari pagi di sawah, makan ala desa yang murah banget. Foto-foto di Panenjoan dan melamun di tengah sawah (eh..ini cuma buat yang lagi galau…). Waktu paling pas untuk puas-puas disini sepertinya antara Maret-Oktober, saat musim kemarau.
Asal tahu saja, semua inisiatif pengembangan wisata Salem ini diupayakan sendiri oleh penduduknya. Mereka membentuk Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata). Baru berjalan kurang dari satu tahun, Salem sudah menjadi salah satu tujuan wisata utama di Brebes. Saat ini mereka sedang gencar mempromosikan daerahnya melalui format-format digital. Keren kan? Semoga akan lebih banyak daerah yang bisa mencontoh Salem. Memang, masih banyak yang belum sempurna, tapi kalau menunggu semua oke banget, kapan kita bisa berjalan maju, kan?! Makanya sama-sama kita dukung pariwisata dalam negeri.
Jadi pengen ke Salem, nih!? Saat ini kendaraan umum memang belum banyak. Dari pusat kota Brebes baik terminal mapun stasiun naik angkot menuju Ketanggungan lalu lanjut angkot menuju Pasar Banjarharjo. Dari sini bisa naik angkutan umum dari Pasar Banjarharjo. Hmm, sayangnya sih kebanyakan angkutan ke Salem dari Banjarharjo masih colt bak terbuka…. Cocok sih buat yang ingin merasakan petuangan sesungguhnya. Biar lebih nyaman, mending perginya barengan beberapa teman, agar bisa menyewa mobil dari Brebes menuju Salem, sekaligus pesan home stay di Salem. Semua bisa dilayani oleh Pokdarwis Kalibaya (nomer telepon dibawah tulisan). Biaya sewa mobil dari Brebes sekali jalan sekitar 300- ribuan untuk sekali jalan (bisa urunan 5-6 orang). Sedangkan homestay Rp 50 rb/orang/malam plus satu kali makan. Murah kann ?
Hayuklah ke Brebes, merasakan liburan kembali ke desa. Merasakan sisi-sisi lain dari negeri tercinta ini. Jarang-jarang kan kita bangun pagi, dan melihat sawah seindah ini? Lupakan sejenak Jakarta yang penuh polusi. Its time back to nature.
Brebes, A Different Taste of Java.
Kontak Pokdarwis Salem : Mas Ajie (0852-01000-9920)
Instagram @kalibaya_park dan @ranto_canyon
Ga nyangka di Brebes yang notabene image nya jalur pantura yg gersang punya surga hijau bernama Salem
Akooooh kapooook pake mobil bermuatan full berdaya ala kadarnya kakakkkkk … Gue sampe pegangan korsi kenceeeeng banget sambil jampi2! Tapi masih penasaran kembalj di saat musim/udara ceraaaah
Penasaran sama ranto canyon nya. Semoga kita berjodoh kesana lagi ya kak
Jadi inget omongan ibu sang pemilik rumah tingkat depan sawah instagramable “Kalo kemarau lebih bagus, nanti ke sini lagi pas kemarau”. Iya juga sih ya, musim hujan aja bagus apalagi pas kemarau.
Jadi pengen kesana.. yuks temenin ya vik..
Dari stasiun Brebes menuju Salem bagaimana caranya ya…bisa share dong katanya transportasinya susah. Terimakasih
Iya mbak.. tp coba kontak nomer telpon yg ada di tulisan. Mereka bisa bantu.. Tks