Sebagai wilayah pertama suspect Ebola di Amerika Serikat boleh jadi berkunjung ke Dallas, harus dihindari. Dua minggu lalu, saya -yang gak ngerti apa-apa soal ebola- malah enjoy melenggang ke kota di negara bagian Texas tersebut. Meski TV lokal disana ramai memberitakan hal ini, sebenarnya kondisi relatif aman dan sehat-sehat saja. Disini, (lagi-lagi seperti kunjungan di kota lain), saya punya tempat nebeng di rumah seorang sahabat sesama pekerja di Aceh beberapa tahun lalu. Apop, teman saya itu sudah bermukim disini hampir lima tahun bersama suaminya yang berkewarganegaraan USA. Tanpa Apop, rasanya waktu yang singkat disini tidak akan begitu berkesan.
Jika di New York dan LA yang saya lihat adalah kemewahan ala dunia internasional, jalan-jalan di Dallas sungguh jauh dari yang namanya hedonisme. Tidak ada shopping (eh, ini karena emang bokek deng..) dan tidak ada foto-foto ala Hollywood dan Beverly Hills. Lalu kemana dong?? Yes, selama dua hari penuh saya mengunjungi museum-museum yang sangat menarik yang tiba-tiba membuat saya mendadak (merasa) cerdas layaknya juara kelas. Hehehe..
Sangat kebetulan, Apop sang guide (dan juga yang suka bayarin), bekerja di Perot, Museum of Nature and Science. Jadi kesinilah saya pertama berlabuh. Dalam bayangan saya -dan saya rasa umumnya orang-orang yang jarang masuk museum-, museum adalah tempat barang-barang kuno atau pun sebuah tempat yang menceritakan sebuah sejarah. Namun, seketika paham itu hilang ketika sampai di Perot. Tidak ada barang antik disini apalagi lukisan-lukison kuno. Perot ibarat laboratorium raksasa bagi ilmu pengetahuan yang disajikan dengan sederhana dan mudah dimengerti. Ada beberapa bagian di museum ini, mulai dari ilmu matematika, biologi, mineral, dunia antariksa, kesehatan, lingkungan hingga olahraga. Uniknya semua dibuat secara interaktif, sehingga pengunjung tidak hanya “menonton” tapi juga bisa melakukan praktek.
Sebagai contoh, saya sempat mencoba kemampuan otak kanan dan otak kiri, mencoba kamera yang dapat berputar 360 derajat, memecahkan teka-teki matematika, mencoba beberapa alat musik, merancang seekor burung dari jenis bulunya hingga bunyinya dan mencoba simulasi kekuatan gempa tektonik yang membuat kepala pusing. Saya bahkan meluangkan waktu agak lama di laboratorium biologi untuk melihat bagaimana DNA mahluk hidup membelah diri. Bagi yang iseng, juga bisa mencoba kemampuan berlari dengan standar atlet-atlet dunia sebagai pembanding. Saya terkagum-kagum di bagian mineral, karena disini dipamerkan bermacam batu mulia dari berbagai belahan dunia yang bagus bagus banget. Hmm, looks so serious? No, its fun! Karena ternyata “belajar” hal-hal berat terlihat mudah jika tidak melulu diajari dengan metode menghafal.. Berbanggalah, karena beberapa medium yang dipamerkan berasal dari Indonesia.
Museum yang berbentuk kubus unik ini, konon “menghidupi” dirinya sendiri. Artinya hal-hal seperti pengelohan limbah, pemenuhan energi semuanya dilakukan dan diproduksi sendiri melalui siklus yang sudah diatur sedemikian rupa. Tiket masuk sebesar USD 15 sangat sebanding dengan ilmu yang didapat sepulang dari museum ini. Katanya museum ini didirikan oleh Ross Perot, seorang milioner yang sempat mencalonkan diri sebagai Presiden Amerika Serikat
Museum kedua yang saya kunjungi adalah The Sixth Floor Museum, Dealey Plaza. Siapa yang tidak kenal John F Kennedy? Presiden Amerika Amerika Serikat ke 35 yang terbunuh pada 22 November 1963? Namanya sekarang diabadikan sebagai bandara terbesar di AS. Museum ini didedikasikan untuk mengenang JFK sang presiden flamboyan. Uniknya, museum ini terletak di gedung yang dulu menjadi lokasi penembakan JFK. Dinamakan The Sixth Museum mungkin karena pengunjung memang tidak melewati lantai 2-5, karena lift pengunjung langsung menuju lantai 6 yang menjadi pusat museum.
Pengunjung dipungut biaya USD 16 untuk masuk kesini. Jangan kaget, karena antriannya lumayan panjang. Setelah membeli tiket, kita dibekali semacam headset lengkap dengan perangkatnya yang dibuat dalam beberapa bahasa. Dari perangkat ini kita mendengar rangkaian cerita dengan alur yang sama dengan foto dan beberapa diorama yang dipamerkan disini. Salah satu ruangan yang menjadi lokasi penempak, dibiarkan seperti bentuk aslinya. Jalanan di depan museum adalah saksi bisu sejarang penting Amerika ini. Landscape-nya nyaris tidak dirubah, masih seperti ketika peristiwa ini terjadi. Sayangnya tamu museum tidak diperkenankan untuk mengambil foto di ruang utama museum.
Medianya memang tidak seberagam Perot Museum.Ya iyalah, secara beda genre… Namun masuk kesini saya seperti berada di 1963 dan merasa begitu dekat JFK. Detik-detik kematian JFK bahkan terus terbayang di kepala saya. Sampai-sampai setelah pulang pun saya masih googling untuk mencari tahu lebih banyak tentang presiden ganteng ini. Hmm.. ternyata, begini cara Amerika menghargai orang-orang besarnya. Bagi yang suka sejarah, politik, intelejen dan kriminologi, museum ini wajib disambangi.
Konon, JFK adalah presiden yang senang “blusukan”. Pada hari terbunuhnya, ia sedang dalam rangka dinas di negara bagian Texas. Menggunakan mobil terbuka ia melambaikan tangan ke masyarakat yang sudah memenuhi pinggiran jalan. Siapa nyana, dari lantai 6 Dealey Plaza seorang penembak jitu membunuhnya dengan dua kali tembakan. Konon lagi.., JFK sendiri pernah berkata: If somebody wants to shoot me from a window with a rifle, nobody can stop it, so why worry about it?. It would be so easy for someone to shoot me with a rifle from a tall building. Hmm…
Ngeri, karena negara sedigdaya USA pernah “kebobolan” hingga presidennya terbunuh. Semoga Presidenku yang baru yang juga demen blusukan selalu aman. Aaamin…
Masih ada cerita lain tentang Dallas di tulisan berikutnya. Kalau iseng, silakan dibuka juga:
Ada yang belum selesai di New York
seru bnget kyknya…
sedih juga baca cerita JFK nya…iya ya mba…semoga presiden baru kita selalu dilindungi…
Btw, aku uka museuummmm ^o^..Bangetttt… apalagi yg seru kyk yg mba tulis…di trans studio kan ada jg tuh museum science nya…di sana aja udh seru apalagi yg di Dallas ini ya…
[…] yang sangat menghargai sejarah. Museum ada dimana-mana. Saya ceritakan dua diantaranya di tulisan Texas dan Prescott berikut […]