Kembali ke masa kecil bersama Tafisa


Jalan Jalan, Obrolan / Tuesday, October 11th, 2016

“Saya membatasi penggunaan teknologi untuk anak-anak di rumah” ungkap Steve Jobs seperti dikutip oleh New York Times 2010 lalu. Pada masa-masa bermain, Jobs membiarkan anak-anaknya menghabiskan waktu di luar rumah, bercengkerama dengan alam bukan games online yang membuat mereka seperti tidak kenal dunia lain. Jobs ngeri membayangkan hilangnya kehangatan di meja makan, karena anak-anak mulai kecanduan gadget. 

45d7772b-ff4d-4a94-b44b-ffa9c0d6a167

Jika Steve Jobs saja masih percaya alam adalah tempat bermain terbaik, kita sendiri kapan terakhir bermain di luar ruang? Mungkin generasi yang lahir setelah tahun 2000 apalagi anak-anak yang tinggal di kota metropolitan, tidak tahu namanya engklek, tidak pernah main kelereng dan tidak tahu apa itu gobag sodor. Kini mana ada lagi anak-anak yang bermain petak umpet di halaman rumah. Mana ada lagi anak-anak berpeluh mengejar layangan putus di sore hari.  Sudah sulit mencari anak-anak perempuan bermain tali dan bermain bekel di teras rumah, karena update status dan posting foto di sosial media (yang ternyata tidak sosial) lebih diminati. 

lagi kerja ini..bukan main games online..
lagi kerja ini..bukan main games online..

Mengurangi kerinduan akan masa-masa itu, Sabtu 8 Oktober 2016 lalu saya dan beberapa teman blogger mendapat kehormatan dari Menpora untuk meliput Tafisa (The Association For International Sport For All) Games 2016. Berbanggalah, pada 2016 Indonesia jadi Tuan Rumah perhelatan akbar olahraga tradisonal yang dihadiri oleh 87 negara ini. Tafisa merupakan satu-satunya pesta olahraga internasional yang berisi berbagai perlombaan dan eksibisi olahraga tradisional dan rekreasi dengan keunikan kultural. Ajang empat tahunan ini menjadi media pertemuan dan penjalinan persahabatan yang erat antar seluruh warga dunia yang mencintai olahraga tradisional. 

bersama Pak Menteri sebelum muter muter...
bersama Pak Menteri sebelum muter muter…

Satu hari penuh Pak Menteri mengajak kami berkeliling Ancol, melihat dari dekat berbagai perlombaan yang digelar. Bahkan beberapa kali Pak Menteri dengan asyik mengajak kita mengikuti beberapa lomba. Beliau semangat banget mencoba hampir semua permainan. Salut saya dengan staminanya! Gak ada capeknya!! Cuaca mendung dan sedikit gerimis sama sekali bukan halangan. Dari naik perahu naga, mencoba permainan lempar bola ala Perancis, jalan kaki keliling Ecopark, main dengan Enggrang, mencoba lembar batu ala Polan hingga menonton pagelaran tari asal Jambi. Belum lagi melayani ratusan pengunjung yang mau selfie. Aduhhhh…..begitu toh kalo jadi menteri! *Siap siap kali aja besok-besok ditelpon Jokowi lagi. Hahahaha.. 

197f7060-02ba-480c-9b56-6bf3d8479e4e
salah satu tarian lokal…

Saya baru tahu ternyata permainan engklek  juga ada di Spanyol dan Perancis. Itu loh, permainan dimana kita harus meloncati tanah atau batu yang sudah dibentuk persegi atau bulatan. Buat yang gak tau, bisa jadi kalian “terlalu anak kota” sehingga mungkin tidak pernah main di luar rumah. 😀  Engklek Indonesia lebih sederhana, kita tinggal loncat pada batu  yang berurutan, bisa dengan satu atau dua kaki. Sementara engklek Spanyol, harus jalan mundur dengan satu kaki pada kotak-kotak yang sudah diberi nomor. Kalo diperhatikan memang lebih mudah engklek Indonesia, seolah jadi cermin bangsa kita memang senang yang “mudah mudah” saja. Hehehehe.  

Pak Menteri main engklek..
Pak Menteri main engklek..

Uniknya, -meskipun seperti turnamen- Tafisa bukan seperti olympiade.  Tidak ada juara dan medali. Juaranya adalah kebersamaan, sesuai dengan tagline Tafisa : Unity in Divesity. Puluhan atlet berkumpul dari berbagai negara berbagi kebersamaan dengan keceriaan dan kegembiraan. Di satu sisi, sekelompok bule bertanding menyodok bambu panjang dengan beberapa pria lokal. Persis seperti main tarik tambang, tapi tambangnya diganti bambu serupa yang sering digunakan dalam panjang pinang. Hmm, kebayang gak?!

Sementara itu di pantai karnival, siapa pun boleh mencoba volley pantai asal bisa mengumpulkan pemain sendiri. Boleh juga mencoba perahu naga pun bersama siapa pun yang kita mau. Lintas bahasa, lintas negara. Wah, ternyata, permainan tradisional bisa juga menjadi bahasa yang universal. Kostum unik dan lucu dari para delegasi, membuat kegembiraan terpancar jelas di wajah mereka. Ya, ini memang bukan seperti kompetisi.

6bb60653-3359-444e-b917-8efbf70eaea2

Salah satu yang juga menarik adalah sekelompok orang Bandung yang menamakan diri Komunitas Hong. Saya sempat berbincang dengan salah seorang pendiri satu-satunya komunitas yang melestarikan permainan tradisiona ini.  Katanya, komunitas ini juga mempelajari banyak permainan tradisional dari negara lain. Tidak main-main loh, mereka melakukan riset yang serius untuk mengetahui makna dan filosofi dibalik sebuah permaianan.

a046886c-261f-4d16-aaa6-c330c9112386
di barak komunitas hong..

Sayang,  gaung acara ini tidak terlalu kinclong. Namun bagi saya, bukan masalah publikasinya, tapi semangat Tafisa-lah yang harus lebih banyak ditularkan. Kita mungkin lupa berapa banyak kultur  dengan “local wisdom” diperoleh dari bermain, dan bagaimana semua itu hampir tinggal cerita, saat nyaris semua permainan telah menjelma dalam format digital.  

Tafisa 2016 jadi awal kita bernostalgia, mengenang masa-masa dimana kekerabatan ada tanpa sekat dan masa  saat kuota internet bukan segala-galanya. Lebih penting lagi sebenarnya ini adalah cara kita menjaga budaya bangsa.  Cara kita “menjual” Indonesia yang kaya akan budaya, nilai dan filosofi. Kekayaan bangsa yang tak ternilai harganya.

Credit Picture to:

www.obendon.com

www.adlienerz.com

www.peekholidays.com

www.thetravelearn.com

www.bawangijo.com

www.tindaktandukarsitek.com

www.winnymarlina.com

www.parah1ta.jalanjalanyuk.com

missnidy.blogspot.co.id/

 

Hits: 524
Share

4 Replies to “Kembali ke masa kecil bersama Tafisa”

  1. Tetangga sebelah rumah melebihi Steve jobs. Dia sengaja gak beli tv supaya anaknya gak teracuni acara-acara tv, tapi kalau anaknya minta beli mainan kayak sepeda, & rollerblade gitu pasti dibeliin. Biar banyak main sama anak tetangga lain, katanya. Tapi masa emaknya kok kuat gak nonton sinetron turki ya T.T *ini sharing apa rumpi*

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *