Wah, kok baru kepikir ya menulis tentang Tolitoli. Saya berkunjung ke kabupaten kecil di Provinsi Sulawesi Tengah ini sekitar akhir tahun lalu. Jaraknya sekitar 450 km dari Palu, ibukota Sulawesi Tengah. Bisa ditempuh dengan rute darat selama kurang lebih 12 jam atau pesawat kecil berkapasitas kurang dari 30 orang selama sekitar 1 jam. Nah, ini adalah kali pertama saya menumpang pesawat kecil dengan tenaga baling-baling dan terbang cukup rendah. Agak lebay sih, soalnya saya berdoa-nya lebih banyak dibandingkan naik pesawat yang lebih besar. Hahahha.. Oya, kalo gak salah, pesawat ke Tolitoli seminggu hanya 3 kali dan dilayani oleh dua operator yaitu ExpressAir dan Merpati Airlines.
Tolitoli kota kecil penghasil cengkeh dikelilingi pegunungan dan pantai yang berbatasan langsung dengan wilayah Filipina. Karena itu, tidak heran Tolitoli menjadi salah satu pangkalan Angkatan Laut RI bahkan sejak jaman Belanda. Selain menghadiri sebuah acara yang digagas oleh Pemerintah Provinsi, saya berkesempatan mengunjungi sebuah puskesmas yang berada di Desa Lampasio sekitar 30 km dari pusat kota. Puskesmas ini cukup istimewa, letaknya di dataran tinggi, pasiennya masih ada suku terasing, dokternya hanya satu (bahkan kadang merangkap supir ambulans). Jalan berbukit dan berliku-liku dan sepi yang harus dilalui dalam perjalanan ke puskesmas ini dibayar dengan pemandangan indah di sepanjang jalan. Uniknya lagi, di sepanjang perjalanan, saya melihat beberapa Pura Hindu. Oh, ternyata banyak penduduk transmigrasi asal Pulau Bali yang hidup disini.
Cukup jauh memang, tapi ternyata masih ada bukit lagi setelah Desa Lampasio yang sering disebut masyarakat sekitar: Gunung Penyesalan.
Sebutan ini konon muncul, saking jauhnya hingga bisa kalau kesana sering menimbulkan penyesalan. Hahahaa. Eh, tapi masih banyak penduduk juga yang bermukim di Gunung Penyesalan loh, sebagian besar diantaranya orang asli Tolitoli yang masih agak terbelakang. Hebatnya, para medis Puskesmas Lampasio beberapa kali diundang ke Istana Negara pada acara 17an sebagai salah satu Paramedis Teladan tingkat nasional. Yah, kalau dipikir-pikir jika bukan atas nama pengabdian siapa yang mau kerja di daerah terpencil begini?!
Seperti umumnya daerah pantai, seafood adalah makanan yang wajib dicoba di Tolitoli. Saya sempat mencicipi warung seafood di sebuah pantai (lupa namanya) di pinggiran kota. Sambil menikmati matahari terbenam, saya rasa cumi goring tepung di rumah makan ini adalah yang terenak di dunia. Sayangnya, dua hari waktu yang diberikan selama di Tolitoli, penuh dengan agenda kerja. Saya tidak sempat mengunjungi beberapa pulau yang menjadi tujuan wisata Tolitoli. Namun, meski tidak begitu istimewa, bagi saya pengalaman ke Tolitoli cukup berkesan. Perjalanan singkat yang membuat saya makin jatuh cinta dengan bangsa sendiri.