Yah, cinta itu memang gak punya teori. Itu teori saya. Teori ini saya dapatkan seiring berjalannya waktu dan mulai kenyang dengan urusan cinta-cintaan (meski sampe sekarang belum ada yang sukses). LOL…
Ada masa dimana saya (atau kamu juga…) sibuk sekali mencari penyebab masalah (baca: kegagalan) sebuah hubungan. Ada pula masa dimana saya tidak tau alias bingung harus ngapain saat dihadapkan pada cobaan cinta yang berat dan bertubi-tubi. Lalu, kemana mencari jawaban? Dulunya saya paling seneng membaca buku-buku psikologis tentang pria dan wanita, lebih-lebih lagi yang berbau hubungan percintaan. Mungkin ini akibat keseringan patah hati dan kecewa, buku adalah teman terbaik untuk mencari jawaban atas semua keadaan itu. Tidak hanya dari membaca, curhat session dengan beberapa sahabat membuat saya akhirnya lebih memahami kodrat antara laki-laki dan perempuan. Walau sudah mapan dalam teori, kalo jodoh sih emang belum ada sampai saat ini, hiks… tapi minimal banget saya punya sedikit knowledge dan pengalaman yang bisa saya bagi, saat ada teman yang curhat atau berkeluh kesah tentang hubungannya dengan pasangan atau calon pasangan.
Hampir saban hari saya mendengar curhat teman dan sahabat tentang urusan lima huruf ini. Gak cuma cewek, cowok atau mereka yang jelas orientasi seksualnya, pun teman yang homoseksual pun saya dengerin. Seriously!! Sama seperti mereka, saya pun kalau ada masalah akan mencari tempat curhat. Nah, ketika seorang teman bercerita tentang keluh kesahnya, selain cuma mendengar sudah pasti ada keinginan dari diri kita untuk memberi saran dan masukan. Tapi, cinta itu memang barang ajaib. Sudah sekhatam apapun ilmu kita tentang cinta, sudah secanggih apapun rumus dan formula-mu untuk satu hubungan, percayalah hampir tidak ada teori yang paling tepat untuk setiap kasus. Itu artinya, cenderung percuma memberikan banyak advis ke teman-teman atau ke diri kita sendiri tentang masalah cinta.
Ada seorang teman yang berusaha sekuat tenaga lari dari sebuah hubungan yang tidak prospektif (loh…kok kayak jualan asuransi), Sudah banyak upaya yang ia lakukan, sudah banyak pula petuah yang diberikan orang disekitarnya untuk mendukung usahanya itu. Saya capek memberi masukan harus begini, harus begono. Ia pun nampaknya semangat mengikuti saran saya. Apa cara itu berhasil? Saya berani bilang tingkat keberhasilannya cuma 40%. Masalah memang hati ajaib, semakin dihindari ia justru semakin mendekat. Besoknya ia bercerita kembali, kalau ia baru saja berkencan lagi dengan orang yang sama (Capek dehhh…) Saya sendiri pernah mengalami hal serupa. Sama aja, saya juga diberikan banyak petuah oleh teman-teman. Saya juga sibuk mencari berbagai teori sebagai referensi. Sebagai contoh, katanya untuk menghindari seseorang, blok dia dari segala macam alat komunikasi dan media sosial. Jangan terlibat dengan sekecil apapun urusan dengannya. Lalu, apa yang saya lakukan justru berbeda 180% dari semua petuah dan teori itu. Saya justru membiarkan saja semua berjalan apa adanya. Tidak ada blocking kontak, tidak ada urusan menghindar. Sampai akhirnya hati saya kebal sendiri, dan kemudian semua selesai, dan saya benar-benar ikhlas dengan semua yang terjadi. Percayalah, pada satu titik, time is best healing!
Ada lagi teman saya yang sudah saya “nasehatin” sampe pake emosi. Ini urusannya bener-bener bodoh. Keukeuh mengejar orang yang jelas-jelas cuma iseng saja sama dia. Dulu saya pikir, masukan yang cocok buat dia tidak ada lain, selain: tinggalin.. cari yang lain. Tapi namanya cinta sih, sejuta alasan bodoh tetap ia gunakan untuk tetap berjuang. Karena bosan, akhirnya ia saya cuekin, Ujung-ujungnya memang ia menjauh dari laki-laki itu, tapi itu ibaratnya sudah kepentok, baru mundur. Buang waktu dan energi sih, tapi mungkin cukup pantas untuk semua perjuangan cinta (uhuk…). Selain gak punya teori, cinta juga bodoh. Kalau tidak bodoh, mungkin bukan cinta namanya. HAHAHAH.. Seorang teman pernah jatuh cinta dengan seseorang yang secara kasat mata sangat jelas perbedaannya. Dari agama, suku, ras,latar belakang dan semuanya. Lagi lagi, semua teori gak mempan buat dia, hingga akhirnya kesandung sendiri dan ia pun mundur teratur. Mesakno…
Cinta memang universal, tapi teori tentang cinta sama sekali tidak universal. Itu yang membuat cinta itu unik. Cinta itu customized. Semua hal tentang cinta selalu melahirkan teori baru bagi setiap yang merasakan, dan teori itu belum tentu cocok diimplementaskan untuk orang lain. So, untuk cinta ikuti saja katamu. But remember, follow your heart, but take your brain along with you….
cinta itu cukup dirasa, bukan dipikir pake teori…. heheee
Kalau cinta pake teori, pasti sudah banyak yang buka sekolah yang mata pelajarannya percintaan 😛
mungkin teori cinta yang universal ya menikah kak 😀
menututku sih
salam kenal
cinta memang tak sesederhana puisi Sapardi Djoko Damono. lebih rumit untuk diartikan.
Seandainya sesederhana itu:)
dibikin sederhana aja, om.. hidup udah rumit.. hehehe
Cinta itu customized.
Sepertinya ini kata kuncinya agar pikiran kita tidak saklek di imajinasi cinta ala-ala film sinetron atau bahkan Hollywood 🙂