Pesawat Wings Air yang membawa kami dari Makassar, mendarat dengan mulus di Bandara H. Aroepalla Selayar. Burung besi bertenaga baling-baling dan bermuatan tidak lebih dari 50 orang ini, hanya punya satu kali penerbangan per hari dari Makassar. Beberapa bulan lalu, malah seminggu hanya tiga kali. Selain terbang, jalur transportasi menuju Selayar satu-satunya hanya menyebrang dari Pelabuhan Bulukumba selama sekitar 5 jam setelah sebelumnya harus menempuh perjalanan darat sekitar 3 jam dari Makassar.
Buat saya yang punya darah Bugis dan pernah menetap di Makassar, Selayar sangat tidak asing. Namun sebagian orang di luar Sulawesi, bisa jadi belum mengenal daerah ini. Jadi gak heran deh, masih banyak yang bilang: “Haa ? Selayar? dimana tuh?” kata seorang teman. Sayangnya, meski pernah lama menetap di Makassar, saya belum pernah sekalipun mampir ke Selayar. Makanya, ketika diundang kesini, saya bersemangat sekali. Horeee…!!
Secara geografis Kepulauan Selayar yang tepat di bawah Pulau Sulawesi dan masuk dalam provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten ini terdiri dari pulau-pulau kecil yang kaya potensi maritim. Selayar berbatasan langsung dengan NTT dan Wakatobi yang lebih dulu tenar wisata bahari. Nah, kalau sudah pernah dengar Taman Nasional Laut Takabonerate, Yes…itu masuk wilayah Kepulauan Selayar. Takabonerate adalah salah satu surga diving, yang ditempuh sekitar 2 jam dengan kapal cepat dari Banteng, ibukota Selayar.
Kaya Situs Sejarah
Tapi apakah, potensi wisata Selayar cuma wisata bahari? Ternyata Selayar juga kaya akan situs situs sejarah, yang mungkin belum banyak dikenal.
Baru tiba saja, saya dan teman-teman sudah diajak ke Kampung Bitombang, kampung tertua di Selayar yang konon sudah ada sebelum Islam masuk ke Selayar. Menuju Bitombang, membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari Benteng, ibukota Selayar, dengan jalan mendaki dan berliku ditemani pemandangan kebun kelapa, cengkeh dan jambu monyet di sepanjang jalan. Cukup jauh untuk ukuran pulau kecil ini dan posisinya pun seperti terisolir. Namun setiba disini, rasanya seperti berada negeri atas awan. Posisinya yang berada sekitar 2500 mdpl membuat pemandangan sekitarnya indah sekali.
Rumah-rumah di kampung ini berdiri di atas tiang setinggi minimal 10 meter. Kata orang, selain mengikuti kontur daerahnya yang berbatu, rumah bertiang tinggi ini dulunya sebagai tempat perlindungan dari musuh dan binatang buas. Uniknya lagi, ada beberapa rumah yang sudah berusia ratusan tahun dan masih kokoh terawat. Kayu penopang yang kuat itu, disebut holasa oleh penduduk setempat dengan seluruh atap rumah terbuat dari daun kelapa dan rumbia. Konon, mereka tidak menggunakan genteng dari tanah liat, karena filosofinya tanah adalah tempat kembali (tempat manusia dimakamkan) dan harus terletak dibawah, bukan diatas (sebagai atap) Hemmmm…
Kami sempat berbincang dengan Bapak Kepala Dusun yang mengaku sudah berusia 75 tahun. Ia bercerita banyak tentang kampungnya, dimana sebagian besar penduduk hidup dari pertanian. Ingatannya masih sangat jelas, bicaranya pun runut dengan bahasa Indonesia yang bercampur dengan Bahasa Selayar.
Wah, si Bapak panjang umur juga, pikir saya. Tiba-tiba di tengah obrolan kami, muncul seorang Bapak yang kelihatannya lebih tua dan ternyata lelaki itu adalah mertua Bapak Kepala Dusun. Wow, berarti usianya sudah lebih dari 90 tahun! Ternyata, populasi manula di Kampung Bitombang memang cukup tinggi. Saya lupa menanyakan datanya sih, tapi keunikan lain kampung ini, memang dihuni banyak orang yang berusia lebih dari 70 tahun. Konon, mereka panjang umur karena menerapkan hidup yang sangat alami. jauh dari makanan instan dan jauh dari polusi udara. Hmm, sayang saya hanya mampir beberapa jam saja. Kalau ada rejeki lagi, ingin rasanya menginap satu dua malam untuk belajar tentang kearifan lokal kampung kecil ini. Pasti banyak yang bisa digali.
Tidak cuma Bitombang, Selayar juga punya sisa-sisa peninggalan sejarah lain seperti nekara dari jaman perunggu yang berbentuk seperti gong dengan gambar berbagai hewan dan simbol kehidupan sekelilingnya. Banyak filosofi kehidupan yang tergambar di gong tersebut.
Ada pula jangkar jangkar raksasa peninggalan kapal besar asal Tiongkok milik saudagar kaya bernama Gowa Liong Hui yang pernah singgah ke pulau ini. Uniknya, awak kapal Liong Hui kemudian menetap dan berakulturasi dengan penduduk asli. Tidak heran jika penduduk Desa Padang banyak berkulit hitam tapi bermata sipit,
Pantai yang Meneduhkan
Selayar adalah salah satu daerah penghasil kopra di tanah air, tidak heran karena pantainya memang dikelilingi pohon kelapa yang banyak dan sangat teduh. Inilah yang menurut saya, menjadi pembeda utama pantai-pantai Selayar dengan daerah lain. Pantai-pantai itu bisa ditempuh tidak lebih dari 30 menit dari pusat kota.
Salah satu pantai yang wajib dikunjungi untuk sekedar ngopi-ngopi cantik adalah Pantai Sunari. Pantainya landai meski tidak berpasir putih tetapi bersih sekali. Kita juga bisa bermalam di resor yang baru saja dibangun disini. Duh, rasanya saya gak mau nulis tentang ini, takut makin banyak yang datang kemudian mengotori pantai-pantai cantik ini. Jangan yaaa. Nikmati semua, tapi menjaga lingkungan tetap nomer satu.
Saya juga sempat main ke pulau kecil bernama Liang Kereta yang bisa ditempuh sekitar 40 menit dari kota Benteng, Pulau tidak berpenghuni ini, berpantai sangat tenang dengan air laut biru toska yang menggoda. Garis pantainya memang tidak panjang, tetapi unik karena dipisahkan oleh beberapa tebing. Kita bisa piknik diatas tebing dan memandang laut lepas dari ketinggian. Sayang, pengelolaan pulau ini belum optimal. Namun menurut Saya, tidak perlu pengelolaan yang canggih-canggih, cukup kebersihannya tetap dijaga dan fasilitas seperti toilet diperbaiki. Biarkan Liang Kereta tetap dengan kealamiannya, tanpa banyak pembangunan fisik.
Sedikit keluar dari kota Benteng, juga masih banyak pantai yang nyaris jarang tersentuh pendatang. Ingin wisata edukasi? Bisa mampir ke Kampung Penyu di Desa Tulang. Posisinya tepat di tepi pantai lengkap dengan nyiur melambai dan hutan mangrove. Disini dilakukan penangkaran ratusan telur penyu berbagai jenis hingga menetas dan siap untuk dilepas ke laut bebas. Menariknya, kegiatan ini awalnya digagas oleh masyarakat sekitar yang melihat keberadaan penyu yang makin lama makin langka. Mereka sadar, berkurangnya populasi penyu akan menganggu siklus kehidupan di laut bebas.
Akomodasi
Jangan berharap ada hotel chain nasional apalagi internasional di Selayar, dan sepertinya hotel-hotel yang ada pun belum berkolaborasi dengan situs-situs travel hotel online. Namun kalian bisa googling dan pesan melalui telepon. Di pantai Sunari sudah ada resor sederhana tapi cantik dan menyatu dengan alam. Fasilitasnya pun sudah oke, kalau lagi cari inspirasi dan butuh ketenangan, cocok banget kesini. Jangan khawatir, harganya masih sangat bersahabat (lihat kontakanya di bawah tulisan ini).
Transportasi umum di Selayar juga tidak banyak, karena turis yang datang umumnya ikut rombongan travel. Namun kalau mau jalan sendirian juga tidak masalah, pihak hotel akan dengan senang hati mencarikan mobil sewaan. Tenang, kemana-mana di Selayar ini deket banget. Tujuan yang jauh rata-rata bisa ditempuh kurang dari satu jam. Bahkan di dalam kota, kemana-mana paling cuma lima menit dan bisa jalan kaki, hehehe.. Gak habis buat dengerin satu lagu! Beneran!
Terakhir, kuliner daerah pantai apalagi kalau bukan seafood. Ada tempat makan asyik seperti Muara Karang disini. Food court tradisional yang menghadap langsung ke pantai. Asyik buat tempat dinner. Pun masih banyak rumah-rumah makan yang sajian khasnya memang seafood. Tidak sulit kok dicari, karena kota Benteng relatif kecil. Duduk santai sore di tepi pantai sambil menunggu matahari terbenam sambil menikmati sarabba (sejenis bandrek) dan pisang goreng juga bisa menjadi pilihan.
Saya merekomendasikan Selayar buat yag mencari tempat libur yang benar-benar masih alami. Belum banyak sentuhan manusia, belum banyak tangan-tangan jahil yang merusak lingkungan. Tenang, damai dan waktu seolah berhenti berjalan. Tapi kalau kesini, alamnya sama-sama kita jaga ya.. Jangan selalu mengharapkan pihak ketiga (pemerintah) untuk berbenah. Mulai dari diri kita sendiri untuk merawat alam Indonesia yang kaya ini.
Kontak Resor Pantai Sunari, Selayar; Pak Gede Eka (081223808669)
Mantap ulasannya mbak. Itu baru di Selayar, belum lagi masuk ke Takabonerate
semoga suatu saat bisa kesana…
[…] saya sangat tidak berlebihan. Teringat sekitar dua tahun sebelumnya, saat kunjungan ke Pulau Selayar, hotelnya sempit, sumpek dan bukan tempat yang nyaman buat beristirahat. Mengingat karakteristik […]