Alhamdulillah..akhirnya pesawat itu landing dengan sempurna meski agak mepet ke pinggir dan nyaris ke lapangan rumput, tapi tetap smooth.. Huh… sempet terdera rasa cemas selama 20 menit terakhir. Keinget kalo aku nyaris gak pernah memperhatikan video atau pramugari yang memperagakan proses evakuasi jika terjadi apa-apa. Dimana pelampung ? dibawah kursikah? Atau di bagasi di atas kepala? Dimana pintu darurat yang kata pesawat Malaysia itu pintu “kecemasan” ? Sungguh aku nyaris cemas saat itu. Belum lagi inget dosa, inget utang piutang, inget belum karaoke minggu ini.. Huh… ah..sudah lebay..
Begitulah, minggu lalu ..seperti biasa karena sudah menjadi bagian dari tugas, aku kembali bertolak ke Banda Aceh. Yes ! I wanna say.. Banda Aceh is already becoming my new hometown.. Seperti biasa, aku menumpang Garuda Airlines (gak masalah nyebut merek toh??) dengan nomor penerbangan GA 142. Pesawat terlihat lengang, padahal aku seperti biasa selalu memesan kursi di koridor dengan harapan cepat ngacir ke toilet. Karena kosong, aku pun berniat jika sudah terbang, mending cari tempat duduk yang lebih lapang alias kosong melompong.
Dari rencana take off pukul 08.00 pagi sempat molor hingga 20 menit dan itu pun kelamaan di dalam pesawat. Setelah terbang nyaris 20 menit lampu seat belt tidak pernah mati!! Waduh…gue kebelet pipis!! Sementara para pramugari nampaknya masih duduk manis tak bergeming. Mendadak Om Pilot mengumumkan jika ada satu indikator pesawat yg tidak berfungsi dengan baik dan diputuskan untuk kembali ke Jakarta. Huuh… habis sudah rencana pindah kursi dan tidur sampe aceh (karena dari malamnya gak bisa tidur). Dan dibutuhkan waktu 20 menit untuk kembali mendarat. Belum terbayang kalau bakal ada sesuatu yang membahayakan mengingat nyaris tidak ada turbulensi. Namun sudah lewat 1 jam dari waktu 20 menit yang dijanjikan belum juga ada tanda-tanda akan landing. Seingatku, 2x pilot memberi instruksi “prepare for landing” dan atap bandara Soekarno Hatta (SH) sudah nampak di ujung mata, tiba tiba pesawat kembali naik..begitu terus hingga beberapa kali dan terasa sekali pesawat hanya berputar putar di atas Selat Jakarta dengan gugusan Pulau Seribu di bawahnya. Kuperhatikan wajah wajah penumpang lain, awalnya yang tampak lebih banyak raut bingung daripada cemas, seperti juga aku.
Hingga kali ketiga, akhirnya pesawat berhasil mendarat, namun menjelang detik detik pendaratan dari atas sudah terlihat deretan ambulans yang pemadan kebakaran yang mengikuti laju pesawat belum ditambah puluhan mobil siaga bandara dan puluhan crew. Tentu saja ini mengagetkan semua penumpang. Wajah cemas kembali berganti bingung dan beberapa penumpang kulihat berjabat tangan. Barisan karyawan Garuda menyambut penumpang dengan ramah dan takzim nyaris seperti tidak terjadi apa-apa bahkan terlihat dengan pelayanan yang berlebihan.
Hingga di ruang tunggu, beberapa orang karyawan Garuda (mungkin dari jajaran Public Relation-nya) mendekati penumpang satu persatu menjelaskan duduk persoalan yang terjadi.Usut punya usut, oh…ternyata salah satu ban belakang pesawat itu “ketinggalan” alias jatuh di Bandara SH sesaat sebelum take off. Keliatannya sepele memang, tapi ternyata itu sangat berpengaruh terhadap proses landing yang aman. Pesawat memang bisa saja terus terbang hingga Banda Aceh, namun dikhawatirkan terjadi sesuatu mengingat landasan Bandara disana tidak panjang. Apalagi katanya dalam keadaan seperti itu, konon pesawat tidak bisa direm karena bisa menimbulkan percikan api. Ihhh…syereemm.. Pantas saja sekitar 10 ambulans dan pemadam kebakaran sudah berjaga-jaga.
Huhh.. jadi inget awal 2007 lalu, dalam perjalanan ke Makassar, cuaca saat itu..sangat sangat buruk. Seingetku turbulensinya luar biasa kenceng, sampe sampe kuping mau berdarah kalo gak ditutup. Belum lagi kepelanting pelanting di toilet pesawat. Pilot mengambil keputusan cepat untuk mendarat di Balikpapan atau di Denpasar dan akhirnya dipilih Denpasar sebagai bandara yang paling memungkinkan. Setelah sampai Makassar, besoknya kami tahu bahwa Adam Air hilang dalama cuaca buruk itu. Alhamdulillah….aku masih diselamatkan meski harus pake mampir di Bali (tanpa jalan jalan).
ah.. perjalanan ke Bali tanpa jalan-jalan itu ya ? Sungguh fenomenal.. *masih berasa kepentok dinding toilet :))