Ke Bandung, mencicipi tahu dan cabe terpedas di dunia


Jalan Jalan / Friday, December 19th, 2014

Bandung memang gak ada matinye! Sejak Tol Cipularang dibuka, sudah menjadi pemandangan jamak ratusan bahkan ribuan mobil mendesaki kota ini setiap harinya. Apalagi di akhir pekan. Bandung pun makin tenar sejak Walikota-nya yang hebring, Kang Ridwan Kamil membuat berbagai terobosan untuk membuat kota ini makin menarik. Blogger pun rasanya tidak pernah kehabisan membahas tentang Bandung. Selain mengupas tentang surga belanja, para blogger juga kerap membahas magnet lainnya, yaitu wisata alam, kuliner, hingga ulasan tentang hotel-hotel favorit, mulai dari yang mewah sampai hotel murah yang ada di wilayah Bandung. Hal senada juga dapat ditemukan kalau sering nonton liputan di berbagai media, karena biasanya mereka meliput tempat kuliner yang recommended dan salah satunya pasti kota Bandung yang selalu melahirkan tempat makan baru setiap saat. Jadi kalau ke Bandung sebenernya kita tidak akan pernah bosan karena selalu ada yang baru untuk dicicipi. Coba deh, kalau mau cari referensi, lokasi bahkan rute ke tempat-tempat asyik dimanapun termasuk di Bandung, kita pasti googling kan? Setelah kemarin sukses (ciyee.. sukses) membuat tulisan tentang warung kopi di Bogor, saya berniat banget pengen nulis tentang rekap warung kopi di Bandung. Doakan sayah!!

Walaupun kerap bertandang ke Bandung, ajakan seorang teman untuk menemaninya ke Bandung minggu lalu tidak kuasa untuk ditolak. Selain untuk satu urusan pekerjaan, tentu saja tujuannya mencari makanan enak. Meski saya sama sekali tidak berdarah sunda, bagi saya makanan Ala Sunda adalah makanan terenak di dunia. Tidak perlu masuk resto mahal yang bayarnya bisa gesek kartu elektronik, makan di pinggir jalan pun rasanya nikmat luar biasa. Maklumlah bagi saya hanya makanan Sunda yang bisa “mengakomodir” hobi saya makan dengan tumpukan lalapan yang bisa menyaingi kambing. Hehehe..

Pasti sebagian besar turis yang datang ke Bandung sudah memiliki tempat makan favorit dan yang pasti lagi hampir semuanya masuk kategori “mainstream”. Batagor Riri, Batagor Kingsley, Martabak SanFrancisco, Kartika Sari sepertinya sudah jadi menu wajib oleh-oleh mereka yang datang dari Bandung. Ini beda banget dengan saya! Percaya gak, setiap ke Bandung saya selalu mampir ke pasar tradisional. Yah, pasar tradisional alias pasar becek! Dua “komoditi” yang saya harus bawa pulang adalah tahu kuning Bandung dan Cabe Gendot. Apaan tuh? Sabar..sabar.. Saya cerita satu-satu deh…

Tahu Kuning
Tahu Kuning

Dua jenis makanan tadi sudah saya kenal sejak tujuh tahun lalu, karena dioleh-olehi teman yang memang orang Bandung. Tahu kuning Bandung adalah tahu tergurih. Memang di daerah lain juga banyak jenis tahu atau tahu yang “mengaku-ngaku” dari Bandung. Tapi tidak ada yang se-otentik jika kita beli sendiri di Bandung. Selain gurih dan enak, tahu ini tidak menggunakan pengawet. Penjualnya di pasar sering berpesan di kulkas hanya bisa bertahan dua hari. Lebih dari itu, rasanya akan berubah. Kita bisa memilih berbagai merek yang ditawarkan, namun rasanya relatif sama. Tinggal tanya ke penjualnya mana yang paling asli. Tekstur tahu ini cukup padat. tidak begitu kenyal, tetapi tidak juga gampang hancur. Harganya murah banget! Untuk satu kantong berisi sekitar 10 potong hanya sekitar Rp5000,- Upss..itu harga setelah BBM naik loh! Mungkin saja di toko oleh-oleh, ada tahu jenis ini juga. Namun saya lebih menyarankan mampir ke pasar tradisional di mana pun di sudut kota Bandung. Lumayan buat oleh-oleh yang murah dan enak.

Cabe Gendot
Cabe Gendot

Padanan yang paling nyambung untuk memasak tahu Bandung adalah Cabe Gendot. Pasti pernah ada yang mendengar Cabe Habanero. Nah, cabe gendot ini sebenernya satu jenis dengan Habanero yang merupakan salah satu dari cabe terpedas di dunia. Di dunia!! Habanero lebih umum digunakan sehari-hari di Amerika Selatan. Saya pernah menemukan cabe gendot ini sebuah supermarket di Jakarta. Tapi kalau di Bandung, cabe gendot sangat umum dijual di pasar tradisional. Wajarlah, karena cabe jenis ini hanya hidup di dataran tinggi seperti Lembang dan Ciwidey. Terakhir harga cabe gendot hanya sekitar Rp25.000/kg. Bandingkan dengan harga cabe merah yang sekarang naik hingga Rp100.000/kg. Sayang ya, distribusi cabe ini memang terbatas sehingga banyak yang tidak tahu rasanya sedap dan bisa menggantikan harga cabe yang menggila akhir-akhir ini.

Tahu Tumis Cabe Gendot
Tahu Tumis Cabe Gendot

Bocoran resep tersederhana dari keduanya adalah cukup dengan ditumis dengan ke bawang putih dan kecap yang banyak. Gurihnya tahu berbaur dengan pedasnya habanero pasti (PASTI) bikin ketagihan. Buat yang doyan pedes silakan melupakan diet untuk sementara waktu. Oya, sebenernya orang Bandung sendiri selalu menggunakan cabe gendot dalam masakan sehari-hari. Namun untuk menu khusus berbahan dasar cabe ini, memang masih jarang ditemukan di restoran-restoran di Bandung. Tapi, jika masuk rumah makan Sunda dan menemukan potongan besar seperti tomat yang gede-gede, lebih baik tanyakan dulu. Kalau tidak siap pedas, bisa-bisa sakit perut. Serius!

 

Hits: 1094
Share

13 Replies to “Ke Bandung, mencicipi tahu dan cabe terpedas di dunia”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *