Dalam satu perjalanan pulang di KRL Jabodetabek. Saya duduk di sudut bangku panjang berwarna biru. Sesekali mengutak-ngatik ponsel saya, hanya untuk melihat-lihat postingan teman di media sosial. Suasana di KRL malam ini cukup santai. Stres sendiri kalau ingat tadi pagi nyaris jadi ikan pepes di KRL yang sama. Tiba-tiba mata sata tertumbuk ke seorang Bapak tua dengan dua anaknya. Satu laki-laki, yang digendongnya dengan kain lusuh, berusia sekitar 4 tahun. Satu lagi, perempuan yang masih menggunakan seragam SD berusia sekitar 7-8 tahun. Buat Saya yang tiap hari “bergaul” dengan masyarakat lapisan kelas bawah, pemandangan seperti itu sebenarnya biasa. Namun, kita sendiri yang bisa merasakan mereka yang benar-benar pada kondisi yang sebenarnya atau dibuat-buat untuk memancing rasa iba dan kemudian menjadi peminta-peminta. Dan saya merasakan, keluarga kecil ini sedang tidak bersandiwara.
Si gerbong panjang baru saja meninggalkan Stasiun Depok. Masih tiga stasiun lagi menuju Bogor. Si Bapak sesekali membalurkan minyak kayu putih dari satu merek dengan kemasan yang paling kecil ke punggung anak perempuannya. Saya melihat punggung itu penuh dengan bekas kerokan yang nyaris berwarna kehitaman. Si anak laki-laki masih tertidur dalam gendongan Bapaknya. Sementara si anak perempuan duduk lemas dengan kepala bersandar pada paha si Bapak.
Saya mengintip isi dompet. Hemm, masih ada sisa Rp50 ribu. Kalau jumlah itu saya berikan kepada si Bapak, saya masih bisa mampir ATM di stasiun Bogor untuk ongkos naik angkot ke rumah. Hanya saja Saya segan untuk memberikan langsung ke dia saat penumpang masih ramai begini. Kayaknya malu aja… Yah, jumlahnya memang tidak seberapa, tapi ada dorongan dalam hati yang menguatkan untuk bersedekah. Saya berpikir cepat, kalau begitu nanti saja ketika turun di Bogor baru uangnya saya berikan. Saat itu, kereta baru lepas dari stasiun Citayam., Tiba-tiba saya berpikir bagaimana kalau si Bapak turun sebelum Bogor. Haduh…mau ngasih uang dikit aja kok bawaannya rempong yah, bo.. Kemudian saya berdiri tidak jauh dari pintu terdekat keluar. Saya pikir, saya bisa memberikan uang tersebut saat si Bapak turun tanpa jadi perhatian banyak orang. Tepat seperti perkiraaan Saya, menjelang stasiun Bojong Gede, si Bapak tua berdiri bersiap untuk turun. Saya cepat-cepat menyisipkan lima puluh ribuan tadi ke kain gendongannya yang lusuh. Dia hanya berucap pelan: Terima Kasih.
Tanpa Saya duga seorang laki laki setengah baya dan seorang Ibu muda mengikuti “ulah” saya. Si Ibu muda berucap. Pak, saya ingin memberi Bapak sedikit uang, namun saya perlu ke ATM, apa Bapak bisa ikut sampai stasiun Bogor?! Saya cepat-cepat kembali ke tempat duduk Saya. Saya tidak mengikuti kelanjutan pembicaraan mereka. Namun yang saya tahu, Si Bapak kemudian mengikuti Si Ibu muda hingga Bogor.
Saya bertemu mereka lagi di deretan ATM di stasiun Bogor. Nampaknya si Ibu ingin memberikan sedekah lebih banyak. Seorang laki laki yang saya tahu penumpang gerbong yang sama, memberikan satu kantong plastik yang nampaknya berisi beras. Saya rasanya lega sekali, meski tadi sedekah tidak seberapa yang penting bisa membuat mereka yang lain juga ikut berbuat baik. Alhamdulillah..
mantap!! love it
Menolong orang lain itu bahagianya bukan main, kak. Terima kasih atas inspirasinya, kak. Aku juga mau punya kepekaan seperti itu 🙂
berkaca-kaca aku membacanya. semoga kebaikanmu itu mendatangkan banyak pahala, kebaikan dan keberkahan untuk hidup elu mpok pika,amiinnn