Rasanya tidak pernah sesedih kemarin, ketika saya harus meninggalkan Aceh setelah sempat tiga hari singgah disana untuk urusan sebuah pekerjaan. Cukup lama saya tidak menginjakkan kaki di tanah rencong ini. Terakhir berkunjung kesini 1,5 tahun lalu untuk menyelesaikan riset tesis saya. Memang sebelumnya saya sempat hampir tiga tahun bekerja disini untuk sebuah proyek pemerintah dalam misi rehabilitasi dan rekonstruksi pasca tsunami maha dahsyat akhir 2004 lalu. Saya sadar saya punya keterikatan batin yang sangat dalam dengan Aceh. Padahal pertama kali kesini ogah-ogahan luar biasa, tapi apa boleh buat sebuah komitmen kerja sudah saya tanda tangani. Siapa sangka itu kemudian merubah dan mempengaruhi hampir setiap sisi kehidupan saya setelahnya.
Saya tidak pernah menghitung sudah berapa puluh kali saya bolak balik ke Aceh untuk urusan pekerjaan. Dan setiap kembali ke Jakarta, saya selalu yakin akan kembali kesana suatu saat. Tapi tidak kemarin. Memang tidak ada alasan yang jelas, hanya perasaan saja. Entah kenapa itu rasanya sangat kuat dan terus menari-menari di pikiran saya. Simpang Lima, sanger dingin, Masjid Baiturrahman, mi kepiting, Lampuuk, Motor Honda, Labi-labi dan sudut-sudut Peunayong memenuhi imajinasi saya.
Pada tiga hari yang singkat namun padat itu, saya bertemu hampir semua sahabat-sahabat terbaik saya disana. Mereka yang rela meluangkan waktu meladeni saya yang bawel ini, memberi bantuan materi untuk pekerjaan saya dan tidak henti-hentinya memberi dukungan moral karena sejujurnya saya sendiri agak senewen dengan pekerjaan itu. Di bandara saya tercenung, disini ada jarak yang samar antara jauh dan dekat, antara datang dan pergi, antara sedih dan bahagia, antara penghubung dan pemisah dan antara mimpi dan kenyataan. Saya sedikit menitikkan air mata ketika pesawat mulai lepas landas dengan hamparan pemandangan sawah dan pantai yang khas Aceh di bawahnya. Yah, mungkin memang ada cerita dibalik semua itu, cerita yang tidak bisa dilisankan dan tidak tahu harus dimulai darimana jika ingin dituliskan.
Saya bahagia karena punya keluarga dan sahabat-sahabat yang tak tergantikan disana. Saya bersyukur pernah menjadi bagian dari Aceh. Saya merasa terhormat mendapat kepercayaan (lagi) untuk berkontribusi demi nama Aceh. Apalah saya ini…
Semoga satu karya (terakhir) itu nantinya menjadi kenang-kenangan bahwa disana pernah ada terlalu banyak cerita, cinta dan cita-cita. Terima kasih Aceh
[…] Indonesia ini. Minggu ini (lagi dan lagi) saya berkesempatan menyambangi Aceh. Asal tau aja, di kunjungan sebelumnya, saya yakin banget kalau gak bakalan kesana lagi. Tapi ternyata salah tuh… (hehehe..) Karena […]