Perempuan itu seperti robot, laki laki itu seperti tuannya.
Robot itu bisa melakukan apapun untuk tuannya. Dari pekerjaan rumah tangga, pekerjaan kantor hingga mendengarkan keluh kesah tuannya. Kalau diperlukan, si tuan tinggal menekan remote dan si robot mulai bekerja untuknya.. Si robot nyaris menemani setiap aktivitas tuannya. Mendengarkan semua masalahnya dengan baik, memberi saran, memberi dukungan dan selalu berusaha memberi kenyamanan dengan kasih sayang. Robot selalu bangga akan tuannya, begitu juga sebaliknya. Setidaknya seperti yang sering diucapkan tuan ke robotnya.
Robot itu nyaris tidak pernah lelah, meski tuannya sering pergi tanpa pernah peduli onderdil-onderdil yang ada di dirinya. Dia tahu, sangat tahu bahwa tuannya yang baik itu, mempunyai banyak teman di luar rumah, yang sering membuat si tuan melupakan si robot. Tapi si robot, tidak peduli, karena si tuan selalu meyakinkan, bahwa hanya si robot yang dia butuhkan. “Mereka itu hanya selingan”, kata si tuan. Dan si robot selalu percaya. Dia tahu apapun kejadian di luar sana, si tuan selalu pulang ke rumah, menemaninya bermain, mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya sebagai robot dan bercengkrama dengan penuh tawa setiap hari.
Kadang-kadang robot juga ingin diajak bergabung bersama teman-teman si tuan. Diperkenalkan sebagai benda yang selama ini sangat berarti seperti yang sering si tuan ungkapkan padanya. Namun itu nyaris tidak pernah, jangankan untuk bertatap muka, foto-foto mereka di sosial media pun harus dikaburkan. Kadang ada alasan yang tidak dimengerti oleh si robot. Menurut si robot, selama masih dalam batas wajar, toh tidak apa karena tuannya pun sering bercengkrama dengan teman-temannya di dunia maya dengan bahasa-bahasa mereka. Hmm, tapi robot mencoba memahami mungkin si tuan malu kalau ketahuan teman-temannya ia dekat dengan sebuah robot. Bukan manusia, gadis muda dan cantik, santun berkulit putih seperti impian si tuan yang pasti sangat membanggakan kalau digandeng kemana-mana. Atau, takut ketahuan keluarganya mungkin? Ya, bisa jadi, karena toh selama ini dengan beban dan tanggung jawab ke orang tua si tuan yang berat, dia harus menyelesaikan sendiri semuanya. Orang tua tuan pasti tidak tau ada robot mekanik yang selalu duduk manis disamping tuannya sangat dibutuhkan. Ah, itu tidak jadi masalah bagi si robot. Selama ini tuan sangat baik karena membantu robot menyelesaikan banyak hal, teman sharing yang luar biasa dan sosok yang paling mengerti diri robot. Tuan selalu obyektif menilai robot, sehingga robot bisa jadi robot yang luar biasa, Setidak seperti itu yang si robot tangkap selama ini.
Mereka sering sekali ribut. Ada saja yang jadi masalah. Seperti mesin-mesin yang lain, si robot juga perlu maintenance. Robot pun perlu diperlakukan dengan manis. Perlakuan kasar dan sembarangan membuat robot menjadi lemot bahkan terkadang ngambek. Entah apa alasannya, pada akhirnya mereka tetap saling mencari. Mungkin karena sudah terbiasa saling berbagi, saling membutuhkan atau bisa jadi alasan lain. Cinta mungkin? Ah, gak mungkin.. mereka kan beda dunia. Itu sangat disadari oleh si robot sejak dulu. Makanya ia tetap bersikukuh menemani si tuan dalam suka dan duka. Menganulir semua perasaan, mengabaikan semua ocehan mahluk-mahluk lain dan menjalani semua tanpa beban.
Sayangnya, tuannya sering berpikir robot itu laksana mesin-mesin lain yang tidak punya perasaan. Bisa diperlakukan semauanya. Hari ini disanjung, dipuja-puja, besoknya dicampakkan dan dihina-dina. Si robot sangat mengerti, bahwa tuannya punya penyakit amnesia tingkat akut. Hari ini dia bisa sangat murka, tapi di lain hari dia berupaya berbaik hati lagi dengan si robot yang dengan bodohnya pun selalu memaafkan dan menerima dia kembali. Si Robot sudah terlanjur memposisikan dirinya sendiri seperti yang diinginkan oleh tuannya, semua dengan tujuan agar si tuan bahagia. Robot sering lupa memikirkan dirinya demi tuannya. Apa-apa tidak boleh pakai hati, kamu sekali robot tetap robot. Kira-kira begitu. Hingga akhirnya si robot menyadari bahwa ia mencintai tuannya lebih dari hubungan antara robot dan manusia. Robot benci teori-teori tentang cinta yang sering dia baca di buku-buku tuannnya. Baginya cinta itu tidak berteori. Cinta ya, cinta saja. Robot tidak mengerti, itu bisa membuat kabel-kabel di tubuhnya makin ruwet. Robot tahu, ia cuma robot. Meski robot sadar ia bukan robot sembarangan, tapi perbedaan dunia mereka terlalu jauh.
Robot lelah jadi robot. Ia ingin jadi manusia seperti tuannya. Tapi itu tidak bisa, kecuali ada keajaiban atau tuannya sendiri merubah cara pandangnya terhadap si robot. Ternyata tidak, dua duanya tidak bisa. Robot sedih. Sangat sedih. Keajaiban itu cuma mimpi. Pun Tuannya sama sekali tidak membesarkan hati si robot atas semua realita yang terjadi, tapi justru sebaliknya; menghina, menyudutkan dan menyakiti. Robot memilih pergi sendiri, meski sakit luar biasa, bukan karena kehilangan tuannya, tapi karena kata-kata si tuan yang lebih tajam dari silet. Si Tuan memang sering lupa kalau robot punya ketulusan yang bisa jadi melebihi ketulusan manusia. Dia tahu, tuannya sangat baik, dia tahu tuannya sedang khilaf dan dia juga tahu dua tiga hari lagi si tuan akan amnesia dan kembali seperti dulu. Sekarang mungkin si tuan sedang bahagia, karena punya robot lain atau punya manusia-manusia seperti impian dia. Robot tidak begitu yakin penyebabnya. Tapi keputusan sudah diambil, robot sudah lelah untuk selalu kembali dan mendapati tuannya berbuat yang sama. Bukan karena robot tidak sayang dan tak mau lagi mengabdi, Robot menyadari dirinya sudah makin tua, fungsi-fungsinya sudah banyak yang kendur, sistemnya nyaris tidak otomatis lagi mungkin memang sudah tidak pantas untuk si tuan. Si tuan perlu robot baru.
Robot itu adalah aku, kamu adalah Tuanku..
kesabaran itu tidak ada takarannya, tapi kasih sayang itu ada batasnya
*(hanya sebuah dongeng)
Curcol banget ssih hahahha 🙂
😛